Benarkah Nabi Menganjurkan ‘Tuntutlah Ilmu ke Negeri Cina’?

Seseorang sedang mengkaji kitab (Ilustrasi AI/Mohammad Nurfatoni)


Hadis “Tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina” sering dijadikan dalih keunggulan ilmu pengetahuan Cina. Namun, apakah hadis tersebut sahih? Tulisan ini mengupas validitas riwayatnya, sekaligus menelusuri jejak penyebaran Islam di Tiongkok sejak era Sahabat Nabi.

Oleh Ridwan Ma’ruf; Anggota Majelis Pemberdayaan Wakaf Pimpinan Daerah Muhammadiyah  (PDM) Kabupaten Sidoarjo, Pendiri Tahfiz Quran Islamic School Al-Fatih Sidoarjo, dan Praktisi Spiritual Parenting Sidoarjo.

Sebagian masyarakat kita memiliki pemahaman bahwa kemajuan ilmu pengetahuan itu dimulai dari Cina. Berdasarkan hadis:

اُطْلُبُوْا العِلْمَ وَلَوْ في الصِّينِ

“Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri Cina.”

Didapatkan penjelasan bahwa hadis tersebut diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab Syu’abul Iman (No. 1543). Ibnul Jauzi berkata dalam kitab Al-Maudhu’at (1/216), bahwa “Hadis tersebut tidak sahih atau hadis palsu karena di dalamnya terdapat seorang rawi bernama Abu Atikah Al-Bashri, seorang munkar al-hadits.” (Ref. Hadits Dhaif Maudhu’, Jilid 1, hlm. 102, penulis: Abdul Hakim bin Amir Abdat)

Selain hadis ini tidak bisa dijadikan dalil, maknanya juga mengandung bahwa negeri Cina bukanlah negeri Islam untuk tempat menuntut ilmu agama. Kalaupun ada, maka hanyalah ilmu-ilmu dunia yang tidak mungkin diwajibkan untuk menuntutnya dengan menempuh perjalanan jauh.

Oleh karena itu, ilmu dalam Islam adalah kebutuhan dan ditempatkan pada posisi yang tinggi. Berikut hadis di antaranya:

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (H.R. Muslim)

Fakta Sejarah

Sebagaimana diketahui, penyebaran agama Islam pertama kali di Cina dibawa melalui jalur perdagangan dan pendidikan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash, seorang sahabat Nabi Saw., pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan (615 M). Sa’ad bin Abi Waqqash wafat di Cina pada 635 M. Kuburannya dikenal sebagai Geys’ Mazars.

Menurut Ibrahim Tien Ying Ma dalam bukunya Muslims in China, ada dua jalur utama penyebaran agama Islam di Cina, yakni melalui darat atau biasa disebut Jalur Sutra, dan jalur laut melalui pelayaran alias Jalur Lada.

Oleh karena itu, potret negeri Cina saat ini sebagai negara adidaya dan salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia, serta menjadi kekuatan global dalam teknologi digital, patut menjadi perhatian bagi negara-negara maju lainnya.

Kesimpulan

Jelaslah bahwa kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi di negeri Cina (Tirai Bambu) saat ini tidak terlepas dari pengaruh penyebaran Islam (615 M) di Cina melalui jalur perdagangan dan pendidikan. Islam tidak menutup diri dari inovasi dan perkembangan teknologi, hanya saja Islam memberikan batasan-batasan agar tetap berada di atas jalan keselamatan.

Nabi Saw. bersabda:

إِذَا كَانَ شَيْءٌ مِنْ أَمْرِ دُنْيَاكُمْ فَشَأْنُكُمْ، وَإِذَا كَانَ شَيْءٌ مِنْ أَمْرِ دِيْنِكُمْ فَإِلَيَّ

“Apabila itu urusan dunia kalian, maka terserah kalian; dan apabila urusan agama, maka kepada saya.” (H.R. Ibnu Hibban 1/201)

Maka, selain seorang Muslim harus saleh dalam nilai-nilai spiritualnya, ia juga harus saleh dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi demi keselamatan dan kesejahteraan umat manusia di dunia. Wallahualambisawab. 

Sumber tulisan:tagar.co